Dr. Puji Pujiono, MSW.
Ver. Desember 2018
Risalah tanya jawab seputar Pekerjaan Sosial ini menyediakan suatu acuan ringkas tentang profesi pekerjaan sosial dan pekerja sosial di Indonesia. Ini disampaikan dalam bentuk tanya jawab yang diharapkan dapat menambah wawasan dalam pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Praktik Pekerjaan Sosial (RUU Peksos).
Risalah ini tidak dirancang sebagai suatu berkas yang bersifat paripurna. Butir – butir tanya jawab ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan jalannya proses pembahasan RUU Peksos. Penulis mengundang para pembaca untuk menyumbangkan pendapat untuk pemutakhiran risalah ini melalui platform kerjasama online yang telah disediakan, termasuk memberikan rumusan alternatif dan butir-butir baru pada ruang komentar di bagian akhir dari risalah ini.
Walaupun risalah disusun dengan sumbangan dari banyak orang, baik melalui kolaborasi dalam grup WA tim advokasi RUU Peksos maupun sumbangan pribadi-pribadi sejawat yang tidak dapat disebut satu persatu, isi dari risalah ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyusun.
-0-
Rapat Dengar Pendapat Dewan Perwakilan Daerah RI 29 November 2018
(Disusun oleh Dr. Puji Pujiono, MSW., dengan masukan dari anggota KPSI)
- Pengertian pekerjaan sosial
Pelayanan dalam praktik Pekerjaan Sosial adalah penerapan ilmu pengetahuan tentang perkembangan dan perilaku manusia dan interaksinya dengan lembaga –lembaga sosial dan ekonomi, dan budaya, nilai-nilai, prinsip, dan teknik dalam membantu orang perorangan, keluarga, kelompok atau kelompok masyarakat untuk memenuhi hak dasar atas terpenuhinya kebutuhan dan perlindungan serta kesempatan untuk bertumbuh kembang. Ini termasuk kesempatan dan kemampuan untuk menghadapi tantangan, mengatasi masalah, dan bertumbuh kembang secara optimal. Pekerja sosial membantu klien mendapatkan akses terhadap pelayanan; memberikan konseling dan terapi baik sendiri maupun bersama profesi sejawat, melakukan advokasi dalam proses proses termasuk proses legislatif, kebijakan dan pengadministrasian pelayanan serta pendidikan ilmu Kesejahteraan dan Pekerjaan Sosial.
Bagaimana kuantitas dan kualitas SDM Kesos?
Secara jumlah, terdapat banyak sekali warga negara yang memberikan berbagai bentuk bantuan dan pelayanan kepada sesama warga negara sebagai perwujudan dari semangat kesetiakawanan sosial. Dari sisi mutu, para pelaku Kesos itu mempunyai berbagai latar belakang dari yang tradisional sampai yang profesional, dari pekerja masyarakat sampai penggerak advokasi pada tingkat nasional.
Apakah diperlukan penguatan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas terhadap ke 4 SDM tersebut ?
SDM Kesos sebagai salah satu pilar Kesos perlu untuk terus menerus dikuatan. Perubahan jaman terus berlangsung dan, bersama itu, macam dan jenis tantangan dan permasalahan sosial juga terus berubah. Disamping itu, adalah merupakan aspirasi mereka untuk melakukan dan memperluas pelayanan kesos yang lebih efektif dan efisien.
Apakah permasalahan yang paling dominan terkait kuantitas maupun kualitas SDM kesejahteraan sosial khususnya pekerja sosial ?
1) Penanganan kebutuhan khusus: SDM Kesos merupakan suatu daya tenaga yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dan masalah sosial serta pembangunan sosial. Bagaimanapun diantara masyarakat Indonesia terdapat tantangan dan masalah-masalah sosial yang karena karakteristik, kompleksitas, maupun potensi implikasinya secara personal dan sosial, medikal atau legal, memerlukan penanganan khusus oleh SDM yang dilatih, diberi keterampilan dan kewenangan khusus, dan diawasi penerapannya untuk menanganinya.
2) Akuntabiliti: Berhubung dengan implikasi dari jenis tantangan dan masalah sosial yang ditangani, maka terdapat potensi masalah yang kompleks dari ketidakjelasan akuntabiliti. Pemberian pelayanan oleh SDM Kesos secara umum yang bersifat kesetiakawanan dan karitatif harus terus didorong dan diperluas. Disisi lain, pelayanan yang memerlukan penanganan khusus menuntut akuntabiliti dari praktik pelayanan yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ilmu, keterampilan, dan kewenangan hukum.
3) Perlindungan umum: Dalam konteks tantangan dan masalah sosial yang kompleks dan interaksinya dengan penyedia pelayanan sosial yang beraneka ragam, terdapat risiko bahwa pelayanan kesos juga membawa potensi dampak sampingan yang merugikan. Maka diperlukan suatu kerangka hukum demi menjamin kepastian bahwa “pelayanan khusus” semacam itu sungguh dapat dipertanggungjawabkan, tidak menjadi malpraktik, dan dapat menjadi salah satu alat negara dalam mengadministrasikan tindakan medik, sosial dan legal terhadap warganya.
Profesionalisasi pekerja sosial
Kompleksitas tantangan pembangunan sosial dan masalah sosial di Indonesia memerlukan penguatan salah satu pilar SDM Kesos. Dari sudut jumlah yang relatif paling sedikit diantara SDM Kesos, implikasi praktik dan pelayanan sosial terhadap masyarakat luas, dan akuntabiliti secara mutu dan ketepatan tindakan, maka profesionalisasi Pekerja Sosial menjadi suatu pilihan legislatif yang strategis.
Apakah urgensi pengaturan secara khusus pada tataran UU terhadap pelaku atau pemberi pelayanan kesejahteraan sosial ? (belajar dari UU Tenaga Kesehatan, kemudian UU Keperawatan dan RUU Kebidanan)
Kerangka legislatif menjadi urgent sebagai suatu landasan, kerangka, dan mekanisme harmonisasi dari kebutuhan akan pekerja sosial profesional. Sudah ada 23 produk ketentuan perundangan dan kebijakan di berbagai sektor yang menyebutkan diperlukannnya “pekerja sosial”. Maka seperti juga pada UU profesi yang lainnya, profesionalisasi pekerja sosial menjadi ugent. Bersamaan dengan itu, reformasi pada bidang pendayagunaan Aparat Sipil Negara akan melibatkan penempatan tenaga profesional pada jabatan-jabatan fungsional yang hanya dapat diisi oleh pekerja sosial yang profesional. Disamping itu, pada tataran regional ASEAN dan global, dan juga dalam prospek masyarakat ekonomi ASEAN, Indonesia telah menyatakan komitmen kearah profesionalisasi pekerja sosial.
Kenapa tidak diatur oleh Peraturan menteri saja seperti ketentuan UU KS?
Ketentuan UU KS mengatur bahwa “teknis” pengaturan perihal akreditasi, kompetensi, standardisasi dan registrasi pekerja sosial diatur oleh Menteri. Bagaimanapun, konteks materi sudah berkembang meluas dan mendalam yang memerlukan suatu peraturan perundangan.
Kenapa tidak dalam bentuk RUU Praktik Pekerjaan Sosial ? — yang muatannya mengatur perihal hal ikhwal praktik pekerjaan sosial yang mencakup misalnya (i) lingkup praktik pekerjaan sosial, (ii) jenis praktik pekerjaan sosial; (iiI) kegiatan praktik pekerjaan sosial berupa assessment, intervensi, evaluasi, dan terminasi, pelaku praktik pekerjaan sosial.
Pada mulanya DPR pemrakarsai suatu RUU Praktik Pekerjaan Sosial. Pada proses selanjutnya di Baleg, Dewan memutuskan untuk menajamkan fokus RUU dari pengaturan tentang praktik menjadi pengaturan tentang pelaku profesinya. Penajaman ini perlu didukung karena fokus ini membawa potensi positif dalam harmonisasi dengan reformasi ASN dan kesetaraan profesi Pekerjaan Sosial dengan para sejawatnya di Indonesia.
Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial
Bagaimana efektivitas peran dan fungsi lembaga ini ? terutama jika dikaitkan dengan Pasal 16 RUU Pekerja Sosial dimana penyelenggaraan uji kompetensi oleh perguruan tinggi.
Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial dan Tenaga Kesejahteraan Sosial yang dibentuk oleh Menteri Sosial merupakan suatu pengaturan interim manakala belum ada peraturan perundangan yang lebih kuat. Konfigurasi dalam RUU Pekerjaan Sosial menekankan kualitas dan akuntabiliti dengan mengatur pemisahan antara pencetak pekerja sosial (perguruan tinggi), pengawas praktik (asosiasi profesi), dan pengatur / regulator (pemerintah). Sertifikasi adalah suatu pernyataan bahwa a) seseorang telah menyelesaikan pendidikan tinggi akademik dalam bidang kesejahteraan atau terapan pekerjaan sosial, b) telah memenuhi persyaratan baik melalui pendidikan pofesi atau penyetaraan praktek lampau, dan oleh karenanya c) lulus ujian kompetensi. Ini semua berada dalam ranah “pencetakan tenaga kerja” yang menjadi tanggung jawab perguruan tinggi.
Persoalan-persoalan apa saja yang selama ini dihadapi dalam proses sertifikasi pekerja sosial ?
Komitmen setengah hati: pemerintah dalam hal ini Kemsos terhadap proses sertifikasi masih setengah hati. Masih banyak pemangku kepentingan yg belum menganggap penting sertifikasi. Misalnya di Kemensos saja baru SDM Linjamsos saja yg mewajibkan SDM nya tersertifikasi.
Legalitas dan pengakuan terhadap LSPS juga masih belum jelas. Perbaikan Permensos ttg Sertifikasi dan Standar kompetensi sampai sekarang belum di ttd oleh pemerintah.
Dukungan belum optimal dalam hal moril dan material terhadap pelaksanaan sertifikasi. Tidak ada keseimbangan antara target dan dukungan anggaran.
Belum ada apresiasi terhadap SDM yang tersertifikasi .
Ijin Praktek Pekerja Sosial
Apakah selama ini terdapat persoalan (kendala dan hambatan) terkait proses registrasi dan perolehan izin praktik yang diberikan oleh Menteri ?
Konteks hari ini mempunyai kerancuan yang memerlukan ketegasan pengaturan. Registrasi sejatinya adalah bagian dari pengawasan praktik yang menjadi tanggung jawab asosiasi profesi, dan hanya dengan memiliki sertifikat dan registrasi keanggotaan maka seorang pekerja sosial dapat meminta izin praktik (lisensi) dari pemerintah. Saat ini, kedua bagian ini berada pada satu tangan Menteri. RUU Pekerjaan Sosial meletakkan kewenangan pengawasan pada pihak yang bertanggungjawab , yaitu asosiasi profesi, sehingga Menteri dapat memusatkan perhatian pada regulasi terutama dalam melindungi pengguna manfaat dari pelayanan pekerja sosial.
Pelindungan terhadap Pekerja Sosial
Apakah pekerja sosial telah mendapat pelindungan hukum yang memadai ? perlindungan hukum apa saja yang dibutuhkan oleh pekerja sosial ?
Pekerja sosial bekerja dengan berbagai jenis klien yang tantangan dan masalahnya dapat berkaitan dengan konteks dan implikasi sosial, medikal, dan legal. Disisi lain, terdapat sudah ada banyak peraturan perundangan yang mewajibkan kehadiran pekerja sosial untuk bekerjasama dengan profesi sejawat dalam penerapan ketentuannya. Maka, setiap tindakan pekerja sosial berpotensi implikasi hukum, yang pada saat ini belum dirumuskan secara koheren. Didalam jantung praktik pekerjaan sosial profesional, terdapat prinsip kerahasiaan yang dijunjung tinggi antara pekerja sosial dan klien. Tanpa perlindungan hukum, maka baik pekerja sosial atau klien berpotensi melanggar hukum (legal liabilities). Maka RUU ini menjadi suatu produk legislatif yang terbaik untuk memberikan perlindungan hukum semacam itu
Organisasi Profesi.
Sejauh mana peran dan fungsi organisasi profesi dalam memberdayakan, memberikan perlindungan serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya ? Apakah diperlukan adanya 1 wadah berhimpun organisasi profesi atau dibiarkan tumbuh berkembang mengingat adalah hak setiap warga negara untuk berorganisasi menyampaikan pendapatnya ?
Sampai saat ini organisasi profesi pekerjaan sosial belum secara optimal menyelenggarakan fungsi pengorganisasian, pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan, perwakilan, serta perlindungan terhadap anggotanya. Kepastian hukum dalam RUU ini akan memberikan fondasi terhadap fungsi – fungsi di atas dengan mandiri dan berhasil guna. Setiap warga negara, termasuk setiap pekerja sosial, berhak untuk berorganisasi dan membentuk asosiasi profesi maupun sub-sub spesialisasi profesi Pekerjaan Sosial. Praktik yang berdasar pada hak berorganisasi semata, berpotensi kekisruhan dimana organisasi-organisasi itu menerapkan kerangka kerja yang berbeda-beda. Maka diperlukan suatu ketentuan legislatif yang memberikan kewenangan tanggung jawab dan tanggung gugat kepada SATU organisasi profesi pekerjaan sosial. Adapun pada perkembangannya organsiasi tersebut mendelegasikan kewenangannya kepada organisasi serumpun yang lain, tidak mengurangi akuntabiliti hukum di dalamnya Hanya dengan kewenangan semacam itu maka organisasi dapat memainkan perannya sebagai pilar penting dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
Lapangan Kerja
Apakah saat ini telah terjadi ancaman terhadap profesi pekerja sosial di Indonesia dengan masuknya pekerja sosial asing ? sehingga proteksi terhadap pekerja sosial Indonesia perlu dilakukan. Bagaimana peluang kerja pekerja sosial Indonesia di luar negeri ?
Pasar bersama masyarakat ASEAN adalah suatu realitas jaman sebagai komitmen negara terhadap pembangunan regional. Pada saat gerbang proteksi pasar ketenagakerjaan dibongkar, dan profesi pekerjaan sosial tidak siap, sementara belum dada ketentuan legislatif tentang profesi ini, maka banjirnya tenaga kerja profesional dari negara negara ASEAN akan menjadi mimpi buruk pembangunan dan kesejahteraan sosial di Indonesia. Salah satunya adalah bahwa kita tidak dapat mengendalikan arah praktik pelayanan kesejahteraan sosial, tambahan lagi,pekerja sosial Indonesia akan menjadi “kenek” yang hanya dapat membantu para pekerja sosial asing.
Ditinjau dari sudut perkembangan profesi, Indonesia mempunyai peluang yang sangat bagus. Philippines dan Singapura mempunyai latar belakang dan perkembangan profesi pekerjaan sosial yang sudah sangat mapan; Thailand sudah mempunyai undang –undang pekerjaan sosial sejak tahun 60 an, dan Malaysia yang belajar dari Indonesia sekarang sudah mempunyai konfigurasi profesi pekerjaan sosial yang sangat mapan. Sementara profesi pekerjaan sosial di Indonesia yang selama ini tidak mempunyai dukungan legislasi terombang-ambing oleh arah dan praktik kebijakan yang tidak pasti, dan tidak dapat menjamin kepastian lapangan kerja serta karir profesi.
Dalam kenyataannya, pendidikan vokasional pekerjaan sosial gulung tikar, jurusan – jurusan kesejahteraan/pekerja sosial membelok ke disiplin lain yang lebih laku dipasarkan, dan profesi ini terancam bangkrut. Dengan UU Peksos, maka semua pilar dan komponen profesi yang selama ini tidak punya kesamaan arah, akan dengan cepat melakukan konsolidasi dan, dengan cepat pula membuka dan dengan agresif bersaing di lapangan kerja pekerjaan sosial di negara – negara lain.
Catatan dari perjalanan advokasi RUU sebelum bulan Juli 2018
Apakah praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Praktik profesi Pekerjaan Sosial adalah suatu proses tindakan pelayanan, pertolongan, atau perubahan dan pemberdayaan berdasar kompetensi profesional yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan dengan tujuan memberdayakan, menguatkan, memperbaiki atau memulihkan kemampuan untuk berfungsi sosial dari orang-perorangan, keluarga, kelompok, komunitas, organisasi, dan masyarakat.
Titik perhatian praktik ini adalah, konsep fungsi sosial, yaitu antarhubungan orang-perorangan keluarga, kelompok, komunitas, organisasi, dan masyarakat dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya, melaksanakan peran dan tugas kehidupan di lingkungannya dan mengatasi tantangan dan masalahnya sehingga dapat tumbuh kembang secara memuaskan dan memberikan sumbangsih dalam pembangunan.
1. Apakah pengertian kesejahteraan sosial?
Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kesejahteraan sosial juga dimaknai sebagai usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. (UUKS 11/2009). Kesejahteraan sosial merujuk pada kondisi sosial dan bukan pada kegiatan derma yang ditandai dengan tiga ciri yaitu tertanganinya masalah sosial, terpenuhinya kebutuhan, dan tersedianya peluang untuk tumbuh berkembang.
2. Apakah pengertian kegiatan amal?
Kegiatan amal adalah suatu tindakan menyedekahkan uang, barang, atau pelayanan, baik secara langsung perorangan atau kelompok atau melalui lembaga amal atau sarana lainnya, kepada orang atau orang-orang yang dianggap tidak mampu. Kegiatan amal dilakukan secara sukarela berdasarkan tujuan keagamaan atau semata-mata kemurah-hatian tanpa mengharapkan imbalan keuangan, atau setidaknya imbalan keuangan semacam itu tidak dianggap sebagai imbalan yang terpenting. Salah satu ciri terpenting dari kegiatan amal adalah bahwa motivasi si pemberi adalah untuk mendapatkan pahala, pengakuan, atau kepuasan pribadi. Kategori si penerima, kebutuhan si penerima, cara pemberian, dan manfaat dari tindakan pemberian itu terhadap si penerima tidaklah terlalu dipentingkan. Ciri lainnya adalah bahwa kegiatan amal dapat dilakukan secara spontan dan sewaktu-waktu.
3. Apakah pengertian kegiatan sosial?
Kegiatan sosial adalah suatu tindakan pendermaan uang, barang, tenaga, atau pelayanan oleh perorangan, bersama-sama, atau terorganisasi, terhadap orang, kelompok, atau golongan yang dianggap mempunyai keterbatasan, kekurangan, atau penderitaan sebagai perwujudan kepekaan, kesetiakawanan atau kepedulian terhadap sesama warga masyarakat.
4. Apakah pengertian pelayanan sosial?
Pelayanan sosial merupakan kegiatan terencana dan terorganisasi seperti proyek atau program yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga – lembaga lain, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan atau hak, memastikan jaminan, memberikan perlindungan, maupun untuk memperbaiki, mengatasi masalah ataupun pemberdayaan, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan sosial yang dimaksud tidak mengutamakan pertimbangan kriteria pasar dan, oleh karenanya, tidak mementingkan pengembalian modal atau perolehan keuntungan dari pembayaran yang mungkin saja dikutip dari para penerima manfaat layanan. Pelayanan sosial dapat berupa penyediaan subsidi, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial atau perlindungan sosial, dsb.
5. Siapa sajakah yang menyelenggarakan usaha-usaha kesejahteraan sosial?
Usaha-usaha kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh lembaga pemerintah, organisasi atau perkumpulan masyarakat baik yang berbadan hukum atau tidak maupun kelompok atau orang-perorangan.
6. Apa sajakah kategori orang-perorangan pelaku usaha-usaha kesejahteraan sosial?
UU No. 11 Tahun 2009, antara lain mengatur tentang pelaku usaha kesejahteraan sosial di Indonesia. Dengan beberapa perubahan, maka kategori pelaku usaha kesejahteraan sosial tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
- Relawan sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat terlatih atau tidak terlatih, berlatar belakang profesi Pekerjaan Sosial maupun bukan, yang melaksanakan kegiatan penyelenggaraan kegiatan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri berdasar tujuan keagamaan, tanggung jawab sosial, dan kemasyarakatan dengan atau tanpa imbalan keuangan.
- Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial seperti Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan, Pekerja Sosial Masyarakat, dan Pendamping Program Keluarga Harapan.
- Tenaga Kerja Sosial Kecamatan yaitu seseorang yang diberi tugas melaksanakan dan/atau membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan wilayah penugasan di kecamatan (Permensos 24/2013);
- Pekerja Sosial Masyarakat yaitu mereka yang telah mengikuti bimbingan atau pelatihan di bidang kesejahteraan sosial dan berkedudukan di desa/kelurahan (Permensos 10/2014);
- Pendamping Program Keluarga Harapan adalah pelaksana program yang melakukan pendampingan langsung kepada Keluarga Penerima Manfaat dalam program tersebut.
- Penyuluh Sosial yaitu orang-orang pegawai negeri sipil atau tokoh dan anggota masyarakat yang diberi tugas untuk melakukan kegiatan penyuluhan sosial (Permensos 10/2014);
- Pekerja Sosial Profesional (Sosiawan) yaitu mereka yang memiliki kompetensi profesi Pekerjaan Sosial dan oleh karena kompetensi semacam itu ia berhak mencantumkan gelar dan menggunakannya sebagai mata pencaharian. Kompetensi tersebut terdiri dari 1) kualifikasi akademik sekurang-kurangnya empat tahun yang diperoleh melalui pendidikan perguruan tinggi ilmu pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial; 2) sekurangnya dua tahun pengalaman praktik tersupervisi oleh pekerja sosial professional (Sosiawan), 3) telah lulus dari ujian kompetensi profesi yang memiliki kewenamgan menyelenggarakan ujian semacam itu, dan 4) menjadi anggota persatuan resmi profesi Pekerjaan Sosial. Kemudian daripada itu, untuk dapat melaksanakan praktik profesi Pekerjaan Sosial, maka pekerja sosial profesional (Sosiawan) itu wajib mendapatkan, dan atau memperbarui pada waktu habis masa berlakunya, lisensi praktik profesi Pekerjaan Sosial dari suatu lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.
Perbedaan Relawan Sosial, Tenaga kerja Sosial, Pekerja Sosial Profesional (Sosiawan)
Aspek |
Relawan Sosial |
Tenaga Kerja Sosial |
Pekerja Sosial Profesional (Sosiawan) |
Motivasi |
Keagamaan, solidaritas social, kemurahan hati |
Panggilan pengabdian, solidaritas social |
Bidang kerja dan mata pencaharian berdasar kepakaran |
Mandat |
Bukan di instansi sosial pemerintah; atas kehendak sendiri |
Lembaga pemerintah/swasta |
Lembaga pemerintah atau lembaga swasta |
Pendidikan/ Pelatihan |
Pekerjaan sosial maupun bukan pekerjaan sosial |
Bukan pekerjaan sosial tetapi dididik dan dilatih secara profesional |
Ilmu Pekerjaan Sosial dan atau Kesejahteraan Sosial pada tataran perguruan tinggi |
Imbalan keuangan |
Dengan atau tanpa imbalan keuangan, sewaktu – waktu |
Dengan imbalan keuangan, mungkin catu waktu |
Dengan imbalan keuangan, sepenuh waktu |
7. Apakah pengertian profesi Pekerjaan Sosial?
Pekerjaan Sosial adalah suatu profesi yang berbasis praktik, dan suatu disiplin akademik, yang mendorong perubahan dan pembangunan sosial, menjaga keutuhan sosial, serta pemberdayaan dan mengupayakan pembebasan dari ketertindasan. Prinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi manusia, tanggung jawab sosial, dan penghargaan terhadap keragaman merupakan inti profesi Pekerjaan Sosial. Didukung oleh teori-teori ilmu pekerjaan sosial, ilmu kemanusiaan, dan kearifan lokal, profesi Pekerjaan Sosial bekerja dengan orang perorangan dan struktur-struktur untuk mengatasi tantangan kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan (Sidang Umum IFSW 2014).
8. Bukankah Pekerjaan Sosial hanya memberikan bantuan material?
Berangkat dari sabda Sunan Bonang, tentang pentingnya memberi makan yang kelaparan, pakaian bagi mereka yang telanjang, tongkat bagi yang buta dan payung bagi yang kehujanan, pemberian atau fasilitasi akses terhadap bantuan material adalah salah satu, dan bukan satu satunya, strategi dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial. Dengan semboyan ‘menolong orang untuk menolong dirinya sendiri’, pekerja sosial profesional (Sosiawan) menggunakan satu atau gabungan dari beberapa strategi untuk mendorong perubahan demi perbaikan antarhubungan Kelayan dan lingkungannya. Hanya pada saat genting dan dimana tidak ada pilihan strategi yang lebih berkesinambungan maka, sebagai pilihan terakhir, diberikan bantuan material. Itupun dilaksanakan melalui rujukan kepada mitra lain yang kompeten untuk melakukan penyampaian atau pembagian bantuan barang semacam itu.
Apakah prinsip-prinsip yang mendasari praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Beberapa prinsip yang penting dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial antara lain:
Keadilan: sikap dan tindakan profesional dalam hubungan kerja yang memperlakukan orang lain tanpa pilih kasih, diskriminasi berdasar agama, ras, pandangan politik, jender, maupun disabilitas dan semata-mata sesuai dengan hak dan kewajibannya
Profesionalisme: suatu praktik yang menggunakan keanggotaan dalam Ikatan Pekerja Sosial Profesional sebagai acuan dan sumber kesadaran perilaku praktik pelayanan; keleluasaan untuk membuat keputusan dalam tindakan pelayanan tanpa campur tangan dari pihak lain; kemitraan yaitu keyakinan bahwa yang paling berwenang untuk menilai praktik tindakan pelayanan adalah sejawat sesama pekerja sosial profesional (Sosiawan); kesadaran akan penggunaan pengetahuan dan kecakapan sebagai perwujudan dari komitmen yang sepenuhnya kepada profesi dan demi mendapatkan kepuasan profesional disamping imbalan materi; dan yang terakhir adalah kemanfaatan yaitu kesadaran tentang pentingya sumbangsih profesi Pekerjaan Sosial kepada masyarakat, nusa dan bangsa.
Akuntabilitas: pekerja sosial profesional (Sosiawan) bertanggungjawab atas tindakan pelayanan dan perilaku profesionalnya sesuai dengan jenjang dan tingkat kecakapannya sendiri baik dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh Ikatan Profesi dan pada lingkup praktik yang diakui oleh peraturan dan perundangan.
9. Apakah misi utama profesi Pekerjaan Sosial?
Didasari oleh kesadaran bahwa kesempatan dan / atau hambatan terhadap emampuan berfungsi sosial, pembangunan sosial dan pencapaian kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh faktor-faktor historis, sosio-ekonomik, kebudayaan, ketataruangan, politis dan kepribadian yang saling berkaitan; dan bahwa hambatan-hambatan struktural ikut serta dalam melanjutkan adanya penelantaran, keterpurukan, ketidaksetaraan, diskriminasi, pengucilan, penghisapan, marginalisasi, dan penindasan, maka profesi Pekerjaan Sosial mempunyai misi utama untuk :
- memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial orang – perorangan, keluarga, kelompok, komunitas, organisasi, dan masyarakat;
- mendorong perubahan sosial demi pemberdayaan dan pembebasan mereka yang tertindas, terpuruk, atau terpinggirkan
- mendorong pembangunan sosial dengan meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi tantangan dan masalah kesejahteraan sosial;
- meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkelanjutan
- meningkatkan mutu penatakelolaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai bagian dari pembangunan sosial yang tidak terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan
10. Dalam situasi yang seperti apakah profesi Pekerjaan Sosial perlu mendorong perubahan sosial?
Profesi Pekerjaan Sosial mempunyai komitmen dalam menjaga stabilitas sosial sejauh stabilitas itu tidak disalahgunakan untuk mengucilkan, meminggirkan, atau menindas orang –perorangan atau kelompok masyarakat tertentu. Bagaimanapun, profesi Pekerjaan Sosial merasa perlu mengambil tindakan kearah perubahan sosial manakala timbul situasi-situasi di lapangan dimana terjadi pengucilan dan penindasan yang dapat saja terjadi pada tingkat orang-perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, dan oleh karenanya diperlukan perubahan dan pembangunan baik melalui pelayanan langsung (direct services) yang berpusat perhatian pada kelayan, maupun pelayanan tidak langsung (indirect service) yang berpusat perhatian pada terjadinya perubahan ditingkat lembaga, kelompok, komunitas, sistem lembaga, maupun masyarakat luas.
11. Bagaimanakah cara Profesi Pekerjaan Sosial mengupayakan suatu perubahan sosial?
Profesi Pekerjaan Sosial mengupayakan perubahan dan pembangunan sosial dengan mengembangkan kesadaran kritis dan melalui pengkajian dinamika struktural dari marginalisasi dan penindasan yang terjadi karena penerapan kriteria-kriteria seperti ras, kelas, bahasa, agama, gender, kecacatan, budaya dan orientasi seksual. Dilandasi juga oleh sikap kesetiakawanan dengan mereka yang dirugikan dan tertindas, profesi Pekerjaan Sosial mengembangkan strategi-strategi tindakan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang bersifat pribadi maupun yang struktural tersebut. Beberapa strategi itu melibatkan, tergantung dari besaran Kelayan yang ditangani, peran aktif keluarga, kelompok kecil, lembaga-lembaga sosial dan kemasyarakatan untuk mencapai kemajuan pemenuhan hak asasi manusia dan keadilan baik dari sisi ekonomis, lingkungan dan sosial.
12. Pada tingkat mana sajakah profesi Pekerjaan Sosial melakukan tindakan pelayanan?
Profesi Pekerjaan Sosial melaksanakan perubahan dan pembangunan sosial melalui pemberian pelayanan secara langsung kepada Kelayan (direct service) pada level mikro dengan orang perorangan dan keluarga dan maupun pemberian layanan tidak langsung (indirect service) pada tingkat mezzo dengan kelompok kecil dengan melakukan praktik klinis seperti family therapy, psychosocial therapy, social group work, dan case management, dsb. Sedangkan pemberian layanan pada tingkat makro dilakukan secara tidak langsung dengan lembaga-lembaga, komunitas, dan dalam analisis dan penyusunan kebijakan pada level makro (institusi, komunitas dan kebijakan) dengan melakukan community organization, advokasi, aksi sosial, dsb.
Fokus pertama pekerjaan sosial memang adalah orang-orang yang terpuruk dengan model penanganan langsung pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Namun demikian, usaha dan praktik pekerjaan sosial secara aktif turut memperbaiki strategi-startegi pembangunan dan program kesehjahteraan masyarakat melalui penelitian, advokasi, perencanaan sosal, aksi sosial dan berbagai model pengembangan masyarakat. Contoh untuk ini adalah peran pekerja sosial memperbaiki undang-undang perlindungan anak dan pengasuhan anak serta praktik-praktik langsung dengan anak dan keluarga dalam berbagai program untuk meningkatkan kemampuan parenting dan perlindungan anak guna manegatasi masalah kekerasan pada anak.
13. Bagaimanakah profesi Pekerjaan Sosial memaknai pembangunan sosial?
Pembangunan sosial adalah suatu strategi untuk mengambil tindakan kearah perubahan, sebagai tujuan akhir dari perubahan tersebut, dan sebagai suatu kerangka kerja bagi penerapan pendekatan-pendekatannya seperti institutional, residual, atau kebijakan. Pembangunan sosial itu didasarkan pada kajian-kajian menyeluruh yang meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual dan, dari sana, pengambilan tindakan-tindakan dari tataran mikro sampai dengan tataran makro, memadukan berbagai tingkatan sistem sosial, dan kerjasama antar disiplin dan antar profesi.
Profesi Pekerjaan Sosial memaknai pembangunan sosial sebagai suatu pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik pekerjaan sosial. Pekerja Sosial menggunakan pendekatan pembangunan sosial untuk menyelaraskan pembangunan sosial dengan pembangunan ekonomi dan lingkungan seperti melakukan community development / organization, analisis kebijakan, advokasi hingga melakukan aksi sosial. Pembangunan sosial ini pun sejalan dengan prinsip profesi pekerjaan sosial yakni “upholding human rights and social justice” (IFSW).
Sebagai contoh, didorong oleh praktik-praktik terbaik oleh pekerja sosial seperti melalui program kementerian Sosial yaitu Program Kesejahteraan Sosial Anak, Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan Pusat Dukungan Anak dan Keluarga, maka kebijakan pembangunan sumberdaya manusia, pengasuhan anak berbasis keluarga dan parenting dapat menjadi prioritas dalam RAN Perlindungan Anak maupun RAN Penghapusan Tindakan Kekerasan pada Anak.
14. Apakah sumbangsih profesi Pekerjaan Sosial terhadap pembangunan berkelanjutan?
Profesi Pekerjaan Sosial berupaya untuk menyelaraskan pembangunan sosial dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan lingkungan dibawah naungan Agenda 2030 untuk Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals) untuk mengurangi terjadinya ketimpangan pembangunan. Profesi Pekerjaan Sosial menjadi salah satu penggerak pembangunan sosial sebagai sumbangsih dan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan, terutama dengan menekankan prioritas yang tidak terpisahkan pada aspek-aspek pembangunan sosial, struktural, dan ekonomis dan dengan menolak pemahaman bahwa pembangunan sosial harus menunggu terlebih dahulu tercapainya pertumbuhan ekonomi. Kegagalan seperti ini dapat menimbulkan ketimpangan dimana manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai, hanya dapat dirasakan oleh sekelompok warga.
15. Bagaimanakah profesi Pekerjaan Sosial memandang hak asasi manusia dan keadilan sosial?
Pekerjaan sosial adalah profesi yang paling dekat dengan HAM. Pekerja sosial harus memahami dan menereapkan kode etik ketika bekerja dengan Kelayan dan masyarakat dalam rangkan menghormati harkat dan martabat manusia juga unsur-unsur etis kemanusiaan lainnya seperti hak menentukan diri sendiri, hak untuk dilindungi, hak sebagai individu dan sebagainya. Profesi Pekerjaan Sosial mengupayakan dan menegakkan secara berimbang hak asasi manusia dan keadilan sosial. Ini berdasarkan keyakinan bahwa tiap-tiap orang terlahir dengan hak-hak dasar yang melekat dan tidak dapat diambil dalam situasi apapun, apalagi kalau pengambilan itu dilakukan atas dasar ras, kelas, bahasa, agama, gender, kecacatan, budaya dan orientasi seksual. Dalam situasi dan kondisi seburuk apapun juga, setiap orang tetap memiliki aspirasi dan potensi, dan oleh karenanya perlu diberi kesempatan, untuk menjadi orang yang lebih baik. Hak asasi manusia hanya dapat diwujudkan sepenuhnya apabila warga masyarakat menunaikan tanggung jawabnya secara pribadi dan secara timbal balik dengan sesama warga masyarakat. Oleh karenanya profesi Pekerjaan Sosial memusatkan perhatian pada perbaikan hubungan timbal balik antara pribadi dan lingkungannya.
16. Bagaimanakah pandangan terhadap HAM ini terwujud dalam profesi Pekerjaan Sosial?
Profesi Pekerjaan Sosial mengembangkan dan menerapkan strategi – strategi yang bertujuan untuk menimbulkan harapan, memulihkan dan meningkatkan harga diri dan potensi kreatif yang sangat diperlukan untuk menjawab dan mengatasi dinamika kekuatan-kekuatan yang menyebabkan dan mempertahankan penindasan, mereformasi struktur-struktur yang menjadi sumber ketidakadilan.
Pekerjaan sosial memiliki prinsip help people to help themselves. Prinsip ini benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip HAM akan harkat martabat, kapasitas untuk berkembang, hak menentukan diri sendiri dsb. Dengan lebih menitikberatkan pada perspektif kekuatan (strength perspective) dibandingkan perspektif masalah (problem perspective) profesi Pekerjaan Sosial mendorong keadilan sosial sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Pancasila.
17. Sejauh manakah profesi Pekerjaan Sosial berkomitmen terhadap pemenuhan HAM dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan?
Profesi Pekerjaan Sosial memandang hak asasi manusia terbagi dalam tataran – tataran yang saling menguatkan dan saling tergantung dan perlu diwujudkan dalam komitmen pelayanan baik pada tingkat orang –perorangan maupun kemasyarakatan. Tataran pertama yaitu hak-hak sipil dan politik meliputi kebebasan berbicara, kebebasan nurani dan terbebas dari penyiksaan dan penahanan yang sewenang-wenang; tingkatan kedua sperti hak-hak sosial, ekonomis, dan kebudayaan termasuk hak untuk mendapatkan pada tingkat yang layak dalam hal pendidikan, kesehatan dan perumahan, hak untuk menggunakan bahasa – bahasa minoritas; dan tingkatan ketiga seperti hak atas alam lingkungan, hak terhadap keragaman hayati, dan keberlangsungan keadilan antar-generasi
Pekerja sosial memastikan HAM tercermin dalam berbagai tindakan sebagai berikut: dalam penyusunan peraturan perundang-undangan terutama yang terkait dengan kesejahteraan sosial. Dalam setiap peraturan perundang-undangan tersebut selalu terdapat prinsip-prinsip yang menghormati HAM; dan dalam praktik dengan Kelayan dimana kajian, perencanaan dan pelaksanaan tindakan penanganan memperhatikan dan mempertimbangkan HAM. Keputusan profesional pekerjaan sosial selalu dilakukan dalam konteks pembahasan dengan Kelayan serta menghormati pendapat Kelayan.
18. Apakah dasar keilmuan profesi Pekerjaan Sosial?
Salah satu unsur yang membedakan seorang pekerja sosial profesional (Sosiawan) dari pelaku kesejahteran yang lain adalah penguasaan keilmuan. Profesi Pekerjaan Sosial mempunyai dasar keilmuan interdisipliner dan transdisipliner. Sumber utama keilmuannya adalah berbagai teori-teori dan penelitian keilmuan terutama yang terus berkembang di dan dari dalam praktik Pekerjaan Sosial itu sendiri. Disamping itu, profesi ini juga mengambil dari disiplin ilmu humanisme lainnya seperti halnya psikologi, sosiologi, antropologi, maupun ilmu pengembangan masyarakat, ilmu kesejahteraan sosial, pendidikan sosial, ilmu administrasi, antropologi, ekonomi, manajemen, keperawatan, dsb. Profesi Pekerjaan Sosial membangun dan mengembangkan teori-teori dan penelitian ini bersama para Kelayan dalam proses-proses yang interaktif dan dialogis dan oleh karenanya bersifat terapan dan sangat dekat dengan realitas praktik di lapangan. Dalam kaitan itu dasar keilmuan profesi Pekerjaan Sosial juga membuka diri terhadap keanekaragaman kearifan lokal.
19. Dimanakah Pekerjaan Sosial melakukan praktiknya?
Pekerja sosial profesional (Sosiawan) melaksanakan praktik atau tindakan-tindakan pelayanannya pada simpul-simpul dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan di sini dimaksudkan sebagai berbagai sistem sosial maupun alam lingkungan geografis dimana orang tinggal dan berinteraksi sehingga dengan demikian konteks itu sangat menentukan hidup dan kehidupannya orang tersebut. Pekerja sosial profesional (Sosiawan) pada umumnya bekerja di lembaga pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Akhir-akhir ini seiring dengan meningkatnya kemampuan profesional berbarengan dengan semakin baiknya sistem sertifikasi dan lisensi, maka bebeapa pekerja sosial professional (Sosiawan) telah melakukan praktik perseorangan seperti praktik dokter dan pengacara.
20. Pendekatan apa sajakah yang digunakan oleh pekerja sosial profesional (Sosiawan)?
Dalam menyelenggarakan praktiknya, pekerjaan sosial profesional (Sosiawan) menggunakan pendekatan yang mendayagunakan berbagai keterampilan, teknik, strategi, dan menerapkan prinsip-prinsip untuk melakukan tindakan –tindakan di berbagai tingkatan sistem sosial. Tujuannya adalah untuk memelihara dan memperbaiki, atau bilamana sungguh diperlukan, mengupayakan perubahan – perubahan sistem sosial tersebut. Dengan menerapkan metode-metode partisipatoris, pekerjaan sosial profesional (Sosiawan) bekerja dengan orang-orang dan lembaga-lembaga di lingkungannya untuk bersama-sama mengatasi tantangan-tantangan kehidupan dan memperbaiki kesejahteraan warga masyarakat. Pendekatan partisipatoris ini juga bermakna bahwa sejauh memungkinkan pekerjaan sosial profesional (Sosiawan) memilih “bekerja dengan” dan bukannya “bekerja untuk” warga masyarakat.
20 (bis) Metode-metode apa saja yang digunakan pekerja sosial profesional (Sosiawan) dalam memberikan pelayanan kepada Kelayan?
Berdasarkan tingkatan praktiknya, Pekerja Sosial menggunakan Case Work yang menekankan pendekatan klinis seperti terapi psikososial, pengubahan perilaku, dsb., dalam melakukan tindakan penanganan mikro; Group Work yang mengupayakan perbaikan fungsi sosial melalui melalui dinamika kelompok seperti kelompok swa-bantu, kelompok bermain, dsb., dalam melakukan tindakan penanganan mezzo; dan Community Work yang menekankan pengorganisasian/ pengembangan masyarakat, analisis kebijakan, dan aksi sosial dalam melakukan tindakan penanganan makro. Disamping itu dapat pula diterapkan metode Social Work Administration yang memusatkan perhatian pada strategi penggerakan seluruh komponen organisasi melakukan proses guna menerjemahkan kebijakan lembaga sosial menjadi sistem pelayanan yang paling efektif dan efisien. Akhirnya, metode Social Work Research
yaitu penerapan tatacara ilmiah untuk menguji dan mengembangkan konsep maupun teori ilmu Pekerjaan Sosial .
21. Apa sajakah sasaran praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Pekerja sosial profesional (Sosiawan) melakukan praktik dengan menyasar 1) orang atau orang-orang penerima manfaat atau Kelayan; 2) unsur-unsur lingkungan sosial yang terkait seperti keluarga, sekolah, tempat kerja, tetangga dll.; 3) sistem sumber termasuk lembaga atau orang penyedia pelayanan, dan bila dipandang perlu juga menyasar 4) unsur lingkungan sosial yang lebih luas. Secara tingkatan, Pekerja Sosial melakukan praktik pada tataran mikro, mezzo, dan makro.
22. Apakah pengertian praktik Pekerjaan Sosial?
Praktik Pekerjaan Sosial adalah penerapan secara profesional nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan berbagai teknik Pekerjaan Sosial. Profesi pekerjaan sosial pun harus melandasi praktiknya, dengan teori pekerjaan sosial. Tiga teori utama yang mendasari praktik Pekerjaan Sosial dalam mengupayakan kesejahteraan indvidu, kelompok, serta komunitas dalam masyarakat, yakni 1) reflective-theurapeutic, yakni dengan cara meningkatkan serta memfasilitasi pertumbuhan pribadi maupun pemenuhan kebutuhan orang-perorangan; 2) Individualist-Reformist yakni melalui pemenuhan kebutuhan orang-perorangan serta meningkatkan pelayanan-pelayanan sosial di tempat dimana dia berada agar dapat bekerja dengan lebih efektif; dan 3) Socialist-collectivist yakni melalui perbaikan dan perubahan susunan dan tatakerja masyarakat luas sedemikian rupa sehingga mencegah, mengurangi, atau mengatasi sama sama sekali masalah-masalah yang dihadapi oleh orang-orang yang tertindas atau yang kurang beruntung dan mereka dapat lebih berdikari.
23. Apakah tujuan penerapan praktik Pekerjaan Sosial?
Pekerja Sosial profesional (Sosiawan) melaksanakan praktik Pekerjaan Sosial untuk 1) membantu mengakses pelayanan, menyediakan pelayanan konseling dan psikoterapi bagi orang -perorangan, keluarga dan kelompok; 2) membantu kelompok dan masyarakat untuk menyediakan atau meningkatkan pelayanan sosial dan kesehatan; 3) memfasilitasi keikutsertaan mereka dalam pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan terutama yang berkaitan dengan keperluan hidup dan kehidupan mereka; atau 4) meningkatkan/mengembalikan keberfungsian sosial seseorang agar dapat mengatasi permasalahannya, terpenuhi kebutuhannya, hingga dapat menjalankan peranan-peranannya sesuai dengan status sosial di masyarakat.
24. Apakah ciri utama praktik profesi Pekerjaan Sosial dibanding profesi yang lain?
Ciri utama praktik profesi Pekerjaan Sosial adalah bahwa ia memusatkan perhatiannya pada cara dan pola interaksi antara orang dengan lingkungannya (person in environment / PIE). Profesi Pekerjaan Sosial tidak ‘bekerja untuk’ melainkan ‘bekerja bersama’ Kelayan. Sasaran praktiknya adalah orang atau orang-orang (Kelayan), unsur-unsur lingkungan sosial ( keluarga, sekolah, tempat kerja, tetangga dll yang terkait) , sistem sumber ( lembaga /orang penyedia pelayanan ), dan bila relevan unsur lingkungan sosial yang lebih jauh dan profesi lain.
25. Mengapa pekerja sosial profesional (Sosiawan) bekerjasama dengan sejawat dari profesi lainnya?
Pekerja sosial profesional (Sosiawan) memandang klien sebagai manusia yang kompleks, hidup dalam konteks sosial yang mempunyai banyak unsur yang terkait dan saling mempengaruhi, dan oleh karenanya selalu dihadapkan pada tantangan dan masalah sosial yang kompleks pula. Sementara itu praktik profesi Pekerjaan Sosial bertujuan membantu penyelesaian masalah secara utuh dan menyeluruh. Pemenuhan berbagai aspek kebutuhan Dan pemecahan masalah seperti itu tidak mungkin dilakukan oleh profesi pekerjaan sosial sendiri akan memerlukan kerja sama antara pekerja sosial profesional (Sosiawan) dengan profesi / disiplin lain terkait seperti dari kedokteran, sosiologi, psikologi, pedagogi dan yang lain-lainnya.
26. Bagaimana cara sosial profesional (Sosiawan) bekerjasama dengan sejawat dari profesi lainnya?
Pekerja sosial professional (Sosiawan) melakukan kerjasama melalui mekanisme, antara lain, antar-rujukan, kolaborasi, dan jejaring (networking). Cara kerjanya termasuk lintas-disiplin yaitu memandang situasi dari sudut pandang profesi sejawat; interdisipliner dengan memadukan pengetahuan dan metoda dari profesi sejawat melalui pendekatan sintesis; transdisipliner membangun kerangkakerja yang ranahnya meluas ke profesi sejawat; dan multidisipliner yaitu mengundang sejawat profesi lain untuk bersama-sama menyusun dan melaksanakan proses tindakan.
27. Apakah dasar dari pendekatan sejawat pada praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Khasanah keilmuan pada praktik profesi Pekerjaan Sosial terbentuk secara eklektik dari berbagai ilmu / pengetahuan misalnya biologi, psikologi, sosiologi, antropologi dan lainnya. Ilmu-ilmu ini dirangkum dengan praksis dan penelitian dari lapangan yang terus menerus bertumbuh kembang setiap saat. Khasanah keilmuan ini memberi pemahaman pada pekerja sosial professional (Sosiawan) pemahaman tentang kerumitan orang dan masalah sosialnya dan perlunya bekerja sama dengan pakar sejawat profesi lain yang terkait.
28. Dimanakah berlangsungnya praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Pekerja sosial profesional (Sosiawan) menerapkan praktik profesi Pekerjaan Sosial pada suatu wahana (setting) dimana terdapat tantangan dan masalah sosial, misalnya di sistem koreksional dan pemasyarakatan, pelayanan medis, pendidikan dan sekolah, pengadilan dan perlindungan anak, pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika, penanggulangan bencana, dsb. Di masing-masing wahana tersebut, terdapat suatu sistem dasar, yaitu tata susunan dan hubungan dari unsur – unsur orang perorangan , keluarga, kelompok, lembaga dan / atau masyarakat yang terkait serta saling mempengaruhi satu sama lain dan, oleh karenanya secara sendiri atau bersama-sama, menentukan kemampuan orang untuk menyelenggarakan tugas-tugas sosialnya baik demi pertumbuhkembangan, penunaian tanggung jawab sosial, dan penyelesaian masalah sosial. Menggunakan konteks ini, Pekerja sosial profesional (Sosiawan) dalam praktik profesinya membantu klien, dan parapihak yang terkait, menemukenali dan menguraikan permasalahan, menentukan bersama sasaran – sasaran perubahan; memetakan sumberdaya, strategi tindakan, serta kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran perubahan tersebut.
28 (bis) Apa sajakah wahana-wahana terpenting praktik Pekerjaan Sosial?
Beberapa wahana yang penting dimana Praktik profesi Pekerjaan Sosial dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Pelayanan kesejahteraan dan perlindungan anak, remaja, keluarga, dan lanjut usia.
- Pelayanan pengembangan kelompok, organisasi, serta pengembangan komunitas dan masyarakat.
- Pelayanan sosial dibidang penanggulangan bencana, konflik, dan pengungsian
- Pelayanan pemeliharaan penghasilan (bantuan sosial, asuransi sosial, dsb).
- Pelayanan dan rehabilitasi sosial pada sistem koreksional
- Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi orang-orang yang hidup dengan disabilitas
- Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyitas penyakit kronis dan menular serta adiksi
- Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang industri, bisnis, dan pekerjaan.
- Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang medis, kesehatan umum, dan kesehatan jiwa
- Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang pendidikan dan sekolah.
29. Apakah unsur-unsur sistem dasar praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Sistem dasar praktik profesional Pekerjaan Sosial terdiri dari unsur-unsur yang bekerja sendiri-sendiri dan bersama-sama sebagaimana suatu sistem. Unsur-unsur tersebut adalah: 1) Unsur klien yaitu orang atau orang-orang yang memerlukan, meminta atau dimintakan untuk menjadi penerima manfaat pelayanan dan oleh karenanya, melalui suatu persetujuan kerja yang formal atau informal, memberikan mandat atau kewenangan kepada pekerja sosial profesional (Sosiawan) untuk melakukan tindakan -tindakan pelayanan; 2) Unsur pelaksana perubahan yaitu pekerja sosial profesional (Sosiawan) yang bertindak sebagai bagian dari suatu lembaga pelayanan atau pembangunan sosial yang secara resmi mempekerjakannya; 3) Unsur sasaran perubahan yaitu orang -atau orang-orang, lembaga, atau masyarakat yang terkait dengan tantangan atau masalah sosial dan oleh karenanya dipandang perlu unutk dirubah demi membantu klien mencapai tujuan pelayanan; dan 4) Unsur kegiatan yaitu rangkaian tindakan tertata, terencana, dan runtut yang dilaksanakan oleh pekerja sosial profesional (Sosiawan) dengan atau bersama-sama dengan klien dan orang atau pihak-pihak yang terkait untuk mencapai tujuan pelayanan. Patut dicatat bahwa kecuali pekerja sosial profesional (Sosiawan), unsur-unsur lain dapat bertukar peran sesuai dengan keperluan dan situasi pelayanan.
29 (bis) Apa sajakah tahapan – tahapan dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial
Pada umumnya praktik profesi Pekerjaan Sosial menerapkan tahapan sebagai berikut:
Permulaan Pelayanan (Initiation): yaitu tahapan dimana calon atau calon-calon Kelayan mengalami pertemuan tahap pertama dengan sistem pelayanan sosial. Pada tahapan ini terjadi proses kontak pertama, perekaman informasi dasar (intake), dan akad atau kesepakatan resmi ataupun tidak resmi untuk memulai hubungan pelayanan. Proses permulaan pelayanan dapat terjadi sebagai berikut:
Prakarsa lembaga pelayanan: Sosialisasi atau menjemput bola (outreach) kearah calon Kelayan, seperti sosialisasi program pelayanan, identifikasi calon Kelayan, pemberian motivasi, seleksi, dsb.
Prakarsa calon Kelayan: Ada situasi dimana calon Kelayan yang secara aktif mencari pelayanan sosial misalnya mereka yang mengontak, mendapatkan akses online atau datang ke lembaga atau panti sosial. Seperti halnya pasangan yang membutuhkan konseling, orangtua dari anak-anak bermasalah dengan hukum, persatuan remaja yang memerlukan program pengembangan, dsb.
Pelayanan paksa: Kemudian ada pula situasi dimana oleh pihak yang berwenang, seperti sistem hukum pendidikan, kesehatan, dsb., “memaksa” calon Kelayan untuk terlibat dalam hubungan pelayanan. Misalnya mereka yang divonis hukuman percobaan, mantan narapidana, penyitas Napza, pasien yang dipulangkan dari rumahsakit setelah rawat inap kronis, atau penyandang penyakit kronis.
Pengkajian ihwal pelayanan (assessment): proses pengumpulan,pengkajian, dan penguraian keterangan dari berbagai sisi tentang situasi Kelayan dengan menggunakan teori dan pendekatan yang sistematik untuk mengungkapkan dan memahami sistem masalah, kebutuhan, dan potensi sumber daya pelayanan atau pemecahan masalah, semacam analisis SWOT. Proses ini berakhir dengan semacam kesepakatan bahwa tindakan pelayanan sungguh diperlukan.
Perencanaan pemecahan masalah dan pelayanan (planning): proses perumusan tujuan pelayanan dan sejauh mungkin penetapan indikator-indikator keberhasilan, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, pembagian peran, tugas dan tanggungjawab dari pihak-pihak yang terlibat, jadwal dan sumber daya yang akan diperlukan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan pelayanan tersebut
Pelaksanaan tindakan pelayanan (Implementation): proses pelaksanaan rencana pelayanan menjadi tindakan-tindakan yang terstruktur dan sistematik dengan melibatkan interaksi, fasilitasi serta advokasi, dan dimana diperlukan juga intervensi, pemberdayaan dan pengembangan serta penguatan kapasitas yang melibatkan Kelayan dengan berbagai unsur lingkungan sosialnya, pelaksanaan perubahan dan penggerakan sumberdaya. Pada tataran mikro, ini dapat berupa konseling, terapi atau mediasi; pada tataran mezzo dapat berupa kegiatan rekreasional, dinamika kelompok, terapi keluarga; sedangkan di tataran makro dapat berupa advokasi, lobbying dan mobilisasi kelompok – kelompok penekan (pressure group)
Pengakhiran (termination) : proses penutupan dari suatu rangkaian tindakan pelayanan, atau satu dari banyak tahapan pada suatu pelayanan yang panjang. Proses ini melibatkan peninjauan pencapaian tujuan tindakan pelayanan berdasarkan penilaian terhadap pencapaian indikator-indikator keberhasilan, kelayakan pelaksanaan tindakan pelayanan itu sendiri serta kesesuaian dengan pendekatan, metode dan jadwal tindakan pelayanan. Berdasarkan kesimpulan ini, Kelayan, pekerja sosial profesional (Sosiawan) dan parapihak, dapat menyepakati untuk mengakhiri hubungan pelayanan dengan cara mengulangi sebagian atau keseluruhan tindakan pelayanan, sungguh-sungguh mengakhiri hubungan pelayanan dengan lembaga pelayanan; atau merujuk kebutuhan dan masalah Kelayan kepada penyedia pelayanan atau parapihak lainnya yang berkewenangan
Dukungan lanjutan (Follow through): proses pemberdayaan dan pendayagunaan sistem sumberdaya untuk memastikan bahwa tujuan pelayanan seperti perubahan perilaku, interaksi, dan kemampuan sumberdaya yang sudah dicapai oleh Kelayan sungguh berakhir memuaskan, atau kalau memang dimaksudkan, berkelanjutan, dan ditindaklanjuti oleh pihak yang terkait.
30. Piranti apakah yang digunakan oleh pekerja sosial profesional (Sosiawan) dalam menyelenggarakan praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Piranti terpenting yang digunakan oleh pekerja sosial profesional (Sosiawan) dalam menyelenggarakan praktik profesi Pekerjaan Sosial adalah dirinya sendiri. Dengan penuh kesadaran dan perhitungan, pekerja sosial profesional (Sosiawan) menggunakan dirinya sendiri untuk bertindak sebagai seorang agen perubahan dalam suatu hubungan kerja pelayanan yang efektif dengan unsur-unsur pada sistem dasar dari masalah sosial yang ditangani, untuk untuk mendorong dan membantu mereka melakukan perubahan-perubahan progresif sesuai dengan tujuan praktiknya. pekerja sosial profesional (Sosiawan) menggunakan suatu kerangkakerja untuk menyusun tindakan pengkajian, perumusan tujuan dan strategi tindakan, dan pelaksanaan proses perubahan dan penilaian hasil capaian. Dalam kerangkakerja ini ia meramu ilmu pengetahuan, wawasan dan sikap profesional disatu sisi, kebutuhan dan masalah sosial serta potensi dan kemampuan Klien di sisi yang lain, kemudian dibingkai dengan konteks kewenangan dan mandat serta kebijakan lembaga dan wahana pelayanan. Kerangkakerja ini cukup runtut dan ajeg untuk diterapkan di berbagai situasi sosial untuk merancang seperangkat tindakan yang terpola demi menghasilkan perubahan dan pelayanan yang konsisten.
31. Bagaimanakah proses dalam penyelenggaraan praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Dalam praktik, pekerja sosial profesional (Sosiawan) melaksanakan suatu rangkaian tindakan yang terencana dan runtut. Ini dimulai dengan pengkajian yang menyeluruh tentang tantangan dan masalah serta konteksnya sesuai dengan sistem dasar yang ada di lapangan; kesepakatan dengan Klien dan lembaga untuk menentukan hasil akhir yang diharapkan dari proses perubahan dan pelayanan; perencanaan tindakan pelayanan; pelaksanaan proses tindakan pelayanan, dan penilaian proses dan hasil perubahan dan pelayanan serta, manakala diperlukan, kembali ke tahap pengkajian lagi untuk proses pada tahapan berikutnya. Dalam pelaksanaannya proses dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial tidak selalu berjalan lurus melainkan berkelok-kelok atau bahkan memutar atau iteratif sesuai dengan kerumitan dari tantangan dan masalah yang ditangani dan konteks sistem dasarnya. Walaupun demikian, pekerja sosial profesional (Sosiawan) tetap harus mengikuti suatu pakem yang baku seperti digariskan oleh lembaganya, dan sesuai dengan arahan dan kebijakan dari pihak yang berwenang.
32. Apakah pengertian penerima manfaat pelayanan dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Penerima manfaat pelayanan, atau disebut Kelayan (Client) adalah orang atau orang-orang yang meminta atau dimintakan, dan oleh karenanya,h menerima atau menggunakan, pelayanan dari pekerja sosial profesional (Sosiawan) dalam rangka mengembangkan, memperbaiki atau memulihkan fungsi sosialnya demi meningkatkan kesejahteraannya.
33. Siapa sajakah Kelayan pada praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Kelayan dapat berupa orang perorangan, keluarga, kelompok kecil, lembaga atau suatu masyarakat (komunitas). Orang atau lembaga yang menjadi Kelayan bisa jadi mempunyai keberfungsian sosial yang memadai dan, melalui hubungan pelayanan dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial, mengharapkan atau diharapkan untuk dapat mengembangkan lebih jauh kemampuannya. Misalnya kelompok remaja, karang taruna, majelis pengajian, masyarakat perdesaan, dsb. Bisa juga orang atau lembaga yang merasa, atau dinilai oleh orang lain, menghadapi tantangan dan kesulitan dalam melaksanakan fungsi sosialnya atau untuk tumbuh kembang secara lancar dan memuaskan dalam kehidupan sosialnya. Ini bisa berupa kondisi atau karakteristik yang berkekurangan, cacat, miskin, yatim atau piatu, atau kerusakan misalnya pelanggar hukum, pengguna narkotika dan obat terlarang, Ada pula yang mengalami dampak negatif dari suatu situasi atau kondisi seperti masyarakat miskin, korban bencana, korban perundungan, dsb. Dalam hal pelayanan yang berupa administrasi, pembangunan, dan kebijakan sosial, maka Kelayan yang dimaksud adalah masyarakat luas secara umum.
34. Bagaimana orang atau orang-orang menjadi Kelayan pada praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Orang perorangan, keluarga, kelompok kecil, lembaga atau suatu masyarakat (komunitas) dapat menjadi Kelayan pada praktik profesi Pekerjaan Sosial dengan secara sukarela mencari dan meminta pelayanan sosial kepada suatu lembaga sosial, ataupun dirujuk atau diharuskan oleh pihak lembaga lain yang berwenang dan oleh karenanya menjadi penerima manfaat pelayanan semacam itu.
35. Bagaimanakah hubungan antara pekerja sosial profesional (Sosiawan) dan Kelayan dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Berbeda dari hubungan antara dermawan atau relawan dan penerima manfaat yang kebanyakan ditentukan sendiri oleh si pelaku, hubungan pelayanan pada praktik profesi Pekerjaan Sosial merupakan suatu hubungan professional, berkesadaran dan terencana yang didasari oleh disiplin ilmu pengetahuan, dilaksanakan dengan ketrampilan, teknik dan metoda yang baku, serta diatur dan dibatasi oleh etika profesi Pekerjaan Sosial. Hubungan pelayanan mensyaratkan adanya kesepakatan, baik secara lisan atau dalam bentuk yang lain, untuk memulai proses pelayanan, dan berakhir setelah ada kesepakatan bahwa pelayanan telah mencapai tujuannya, atau dipandang perlu untuk dirujuk kepada pihak lain. Selama hubungan pelayanan semacam itu, tanggungjawab utama seorang pekerja sosial profesional (Sosiawan) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pihak Kelayan sejauh tidak mengganggu atau melanggar kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
36. Apakah Lembaga Pelayanan Sosial itu?
Lembaga Pelayanan Sosial adalah lembaga Pemerintah, pemerintah daerah, atau non pemerintah yang menyediakan pelayanan langsung kepada Kelayan tanpa mencari laba yang bersifat keuangan. Dengan mempekerjakan pekerja sosial profesional (Sosiawan) lembaga pelayanan sosial menyediakan pelayanan yang dapat berupa pembinaan dan pencegahan, penanganan atau penyelesaian masalah, pemberdayaan, ataupun pemulihan dari dampak masalah sosial. Lembaga Pelayanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan fungsi Sosial Kelayan sehingga lebih berdikari, tumbuh kembang dengan sehat dan sejahtera.
37. Bagaimanakah keadaan lingkungan pendidikan profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia ? (RDPU, 13 Nov 2014)
Pendidikan Pekerjaan Sosial di Indonesia diawali dari kursus keterampilan sosial dasar dan dilanjutkan dengan kursus keterampilan sosial lanjutan, kemudian pendidikan kesejahteraano sosial di perguruan tinggi.
Para pejabat Dan pakar memandang semakin meningkatnya kesenjangan antara perkembangan masalah sosial dengan pelayanan sosial melalui badan pelayanan sosial.
Mengingat jumlah lembaga pendidikan pekerja sosial yang masih terbatas dan belum semuanya memenuhi standard sesuai dengan persyaratan, maka lahir Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial pada 12 April 1986, until standardisasi kualitas demi menghasilkan sumber daya yang mahir dan siap bekerja.
Ada 35 perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial.
Nomenklatur pendidikan tinggi sementara ini antara lain adalah: kesejahteraan sosial, sosiologi konsentrasi kesejahteraan sosial, pengembangan masyarakat konsentrasi kesejahteraan sosial, pembangunan sosial dan kesejahteraan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor tentang pendidikan tinggi, maka penjenjangan pendidikan Pekerjaan Sosial adalah sebagai berikut:
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka idealnya pendidikan tinggi Pekerjaan Sosial dapat mempunyai penjenjangan sebagai berikut:
Vokasi Pekerjaan Sosial, adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan praktik profesi Pekerjaan Sosial. Diploma I (D1) Ahli Pratama Pekerjaan Sosial (A.P Peksos); diploma II (D2) Ahli Muda Pekerjaan Sosial (A.Ma. Peksos); diploma III (D3) Ahli Madya Pekerjaan Sosial (A.Md. Peksos); dan diploma IV (D4) atau Sarjana Terapan (S.Tr) Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial (S.Tr. Peksos),
Pendidikan akademik Pekerjaan Sosial, adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Pekerjaan Sosial yang mencakup program pendidikan sarjana (S1) Sarjana Pekerjaan Sosial (S.Peksos), magister atau master (S2) Magister Pekerjaan Sosial (M. Peksos); dan doktor (S3) Doktor Pekerjaan Sosial (DR. Peksos).
Pendidikan profesi Pekerjaan Sosial, adalah sistem pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai keahlian khusus profesi Pekerjaan Sosial. Lulusan pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi Pekerjaan Sosial. Setelah bergelar S. Peksos, seseorang menempuh pendidikan profesi Pekerjaan Sosial, maka dia akan memperoleh gelar (Sosiawan)
Salah satu yang khas di Indonesia, adalah adanya pendidikan Pekerjaan Sosial di tataran sekolah menengah atau SMK
Dari 35 perguruan tinggi yang tersebut, beberapa diantaranya melarikan diri dari bidang pekerjaan sosial yang dianggap belum menjanjikan dan lulusannya berpindah kerja ke bidang lain
Beberapa tantangan dan peluang dari sudut pandang Pendidikan Pekerjaan Sosial dewasa ini termasuk adanya kesenjangan antara kondisi praktik profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia dan kalangan internasional. Masih lemahnya legitimasi profesi pekerja sosial di masyarakat terkait dengan belum adanya payung hukum perundangan yang memadai. Dari sisi regional ada kesenjangan Indonesia dalam memenuhi komitmen dalam konteks Asean Community yang mensyaratkan, antara lain, formalisasi profesi Pekerjaan Sosial. Tambahan lagi, standard internasional dalam pelayanan seperti halnya kesehatan dan medik, pendidikan, kepolisian dsb., menuntut hubungan kerja yang formal dengan profesi Pekerjaan Sosial. Contoh, pemenuhan status rumah sakit internasional dan sekolah internasional menuntut adanya pelayanan Pekerjaan Sosial yang profesional.
38. Bagaimanakah keadaan praktik profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia dewasa ini?
Meskipun Pekerjaan Sosial adalah profesi yang relatif muda di Indonesia, sekarang telah berkembang menjadi suatu profesi yang semakin mapan. Para pekerja sosial profesional (Sosiawan) sekarang terintegrasi di berbagai kementerian terutama Kementerian Sosial, kesehatan dan rumah sakit, pelayanan lembaga – lembaga pengadilan dan pemasyarakatan, kesejahteraan anak, perawatan manula, penyandang cacat dsb., dimana metode casework memegang peranan penting. Pekerja sosial professional (Sosiawan) yang bekerja di LSM dan lembaga-lembaga internasional pada umumnya lebih berkesempatan menerapkan metode profesi Pekerjaan Sosial yang lebih bersifat kemasyarakatan seperti dalam bidang kesejahteraan anak berbasis masyarakat, penanggulangan bencana, advokasi dan pengembangan masyarakat dengan ‘kelompok’ tertentu seperti anak jalanan, petani, kaum miskin kota, atau pekerja migran, dsb.
39. Issue-issue apakah yang menjadi penghambat perkembangan praktik profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia?
Praktik profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia menghadapi beberapa issue yang perlu diselesaikan jika profesi ini diharapkan untuk dapat diandalkan sebagai salah satu pilar dari pembangunan dan perubahan sosial. Beberapa diantaranya adalah: 1) Jumbuhnya istilah pekerjaan sosial sebagai praktik professional dengan kegiatan sosial yang berbasis amal, kedermawanan, dan kesukarelaan. Akibatnya, terkembang kesalahpahaman yang meluas bahwa pekerjaan sosial dapat dilakukan oleh siapa saja, dan siapa saja dapat melaksanakan pekerjaan sosial; 2) peraturan perundangan dan kebijakan yang tidak memilah secara tegas antara kategori-kategori tenaga kesejahteraan sosial; yaitu antara mereka yang bersifat sukarelawan, tenaga terlatih, dan pekerja sosial profesional (Sosiawan) sehingga terjadi kerancuan yang meluas antara pejabat fungsional (eksklusif professional) dan pejabat struktural (administrasi dan manajemen ) bahkan pada sektor-sektor kunci pada bidang kesejahteraan dan pelayanan sosial; 3) belum ada hukum dan perundangan yang mengakui dan mengatur tentang bidang kerja eksklusif dan praktik profesi Pekerjaan Sosial dan, dalam kaitan itu, tentang kualifikasi kompetensi, hak dan tanggung jawab, perlindungan dan akuntabiliti pekerja sosial professional (Sosiawan).
40. Apakah dampak dari issue-issue yang terkait dengan kesenjangan peraturan dan perundangan tentang praktik profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia?
Beberapa dampak umum termasuk sebagai berikut: 1) usaha-usaha kesejahteraan sosial termasuk kebijakan, administrasi dan pelayanan sosial di Indonesia kurang mendapat dukungan yang optimal dari kematangan profesi Pekerjaan Sosial dan jaringannya di kawasan ASEAN, Asia Pasifik, maupun global. Dengan demikian memperdalam kemungkinan terjadinya ketimpangan dalam penyelenggaraan dan pencapaian pembanngunan yang berkelanjutan; 2) negara tidak dapat memastikan pelayanan profesional yang sebaik-baiknya dan yang dapat dipertanggungjawabkan bagi rakyat Indonesia yang masuk dalam kategori seperti fakir miskin dan anak terlantar yang menjadi tanggung jawab negara, serta kategori – kategori lain termasuk mereka yang menyandang kekurangan, penderitaan, berada dalam posisi berlawanan dengan hukum, dan korban penindasan; dan 3) Sehubungan dengan sifatnya yang berpihak kepada mereka yang kurang beruntung, pandangannya yang selalu menanamkan harapan positif, dan sikapnya yang progresif terhadap keadilan sosial, profesi Pekerjaan Sosial berkembang pesat di negara-negara ASEAN, di kawasan Asia dan secara global. Sedangkan Indonesia mengalami kemandegan. Pada saatnya nanti, dimana pasar tenaga kerja regional dan global akan terbuka, maka pasar kerja penanganan masalah sosial dan penyelenggaraan pelayanan sosial akan dibanjiri oleh pekerja asing dengan sedikit atau tanpa perlawanan dari dalam negeri.
41. Kenapakah praktik profesi Pekerjaan Sosial perlu diatur oleh peraturan perundangan?
Pembangunan dan pelayanan serta keadilan sosial adalah suatu cita-cita dan mandat konstitusional serta sektor pembangunan yang vital. Sementara secara umum sektor ini diselenggarakan oleh masyarakat awam, diantaranya ada bidang-bidang yang berkenaan dengan urusan yang rumit, rahasia, bahkan berkaitan dengan keselamatan baik orang-perorangan, kelompok atau orang banyak, sehingga memerlukan kebijakan, program, atau penanganan oleh pekerja sosial profesional (Sosiawan). Maka diperlukan peraturan perundangan demi memastikan perlindungan terhadap para menerima manfaat dari pelayanan yang bersifat substandar. Juga, bidang-bidang tersebut bersifat lintas sektoral dan kementerian serta melibatkan berbagai parapihak sehingga memerlukan peraturan perundangan. Dilain pihak, tradisi dan perkembangan profesi Pekerjaan Sosial yang telah tumbuh dan berkembang bersama dengan kemerdekaan Republik Indonesia perlu mendapatkan payung hukum agar dapat terus tumbuh berkembang menjadi salah satu pilar pembangunan dan pencapaian cita cita keadilan sosial.
42. Bagaimanakah caranya mengatur praktik profesi Pekerjaan Sosial dengan perundangan tanpa menghalangi hak orang untuk menyelenggarakan kegiatan sosial?
Usaha-usaha kesejahteraan sosial sejak hari pertama kemerdekaan Republik Indonesia, diselenggarakan oleh masyarakat luas mulai dari orang-perorangan, keluarga, tokoh masyarakat, kelompok-kelompok dan lembaga kemasyarakatan baik sendiri-sendiri ataupun secara terorganisasi. Mereka adalah pelaku -pelaku kegiatan sosial, dan sekaligus modal sosial utama atau social capital dalam pembangunan dan penyelesaian masalah sosial, yang berasal dan berada di lingkungan paling dekat dari warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dan perubahan sosial. Dalam peraturan perundangan tentang kesejahteraan sosial sebagai payung legislasi umum (lex generalis) diatur- antara lain – bagaimana menumbuhkan, memupuk, mengurus dan mengoptimalkan semangat, tenaga dan kesetiakawanan serta sumbangsih dalam bentuk kegiatan relawan, kelompok atau korps tenaga terlatih. Mereka diakui dan dihargai dalam kategori tenaga kesejahteraan sosial yang berkedudukan terhormat sebagai pelaku utama usaha kesejahteraan sosial, mitra dalam tindakan penanganan dan bahkan banyak diantara mereka yang dilatih sebagai ‘para-profesional‘. Hanya dalam kaitannya dengan sebagian kecil dari semesta kesejahteraan sosial, manakala diperlukan penanganan tindakan yang khusus, terencana, dan akuntabel, maka dilakukan pengaturan perundangan khusus (lex specialis) untuk mengatur peran dan tanggung jawab pekerja sosial profesional (Sosiawan) sebagai tenaga kerja yang mempunyai kompetensi untuk mempunyai matapencaharian, dan oleh karenanya diberi imbalan keuangan, untuk menyediakan kegiatan dan pelayanan sosial semacam itu.
43. Pihak manakah yang akan menanggung pembiayaan praktik profesi Pekerjaan Sosial manakala sudah menjadi obyek peraturan perundangan?
Berdasarkan definisi klasik barang milik umum (public goods), kegiatan dan pelayanan sosial adalah produk milik umum yang ditentukan oleh struktur sosial, ekonomi dan politik yang membentuk kesejahteraan rakyat dan bukan oleh tindakan orang-perorangan. Jadi meskipun hanya sebagian warga masyarakat yang menikmati pelayanan dan kegiatan sosial, manfaatnya dirasakan oleh masyarakat umum, dan pemberian pelayanan kepada kelompok khusus ini tidak mengambil alih pelayanan kesejahteraan secara umum. Misalnya pelayanan penanganan korban Napza, korban bencana, perlindungan anak, manfaatnya tidak berhenti pada orang-orang bersangkutan, tetapi juga pada masyarakat luas. Kecuali dalam hal si Kelayan atau keluarganya memerlukan penanganan khusus, dimana pelayanan itu kemudian menjadi barang pribadi (private goods). Dalam konteks ini, ongkos praktik profesi Pekerjaan Sosial yang diatur oleh perundangan menjadi penyediaan barang atau pelayanan umum yang selayaknya dibiayai oleh negara melalui kementerian dan lembaga yang bertanggungjawab dalam kesejahteraan sosial, terutama tetapi tidak terbatas pada Kementerian Sosial, dan mitra mitra mereka dari lembaga-lembaga non-pemerintah.
44. Benarkah anggapan bahwa jumlah pekerja sosial profesional (Sosiawan) di Indonesia hanya sedikit?
Benar. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat hanya sekitar 36.000 pekerja sosial lulusan dari 31 Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Pekerjaan /Kesejahteraan Sosial. Tidak diketahui secara pasti berapa diantara mereka yang memperoleh kompetensi, dan berapa pula sebagian kecil dari mereka yang sungguh-sungguh memperoleh sertifikasi dan atau lisensi untuk melaksanakan praktik profesi Pekerjaan Sosial. Keadaaan menjadi lebih memprihatinkan adalah semakin menyusutnya jumlah lulusan karena banyak lembaga pendidikan pekerjaan / kesejahteraan sosial yang lulusan pendidikannya tidak mendapatkan jabatan profesional pekerjaan sosial, terpaksa mewadahi kajian ilmu sosial umum atau kajian pembangunan untuk memastikan keberlanjutan programnya di pasaran kerja.
45. Mengapa tidak semua alumni pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial mau menjadi pekerja sosial?
Tanpa adanya peraturan perundangan (lex specialis) tentang praktik profesi Pekerjaan Sosial maka bidang khusus kegiatan dan pelayanan sosial bersifat terbuka untuk dilaksanakan oleh siapa saja dari disiplin apapun selain profesi Pekerjaan Sosial. Antara lain dengan alasan memenuhi kebutuhan umum dan tuntutan program, Kementerian Sosial dan lembaga pemerintah membuka kesempatan kerja pada lulusan disiplin selain profesi Pekerjaan Sosial, untuk mengisi jabatan – jabatan pada bidang-bidang pelayanan khusus (fungsional). Ditambah lagi, dikeluarkannya peraturan-peraturan yang merancukan praktik profesi Pekerjaan Sosial dengan pelaksanaan program dan proyek kegiatan pelayanan sosial oleh tenaga kerja yang dilatih dalam hitungan beberapa minggu atau bulan. Maka pengakuan, perlakuan dan perlindungan terhadap praktik profesi Pekerjaan Sosial semakin kabur dan lemah. Berkembang kepercayaan bahwa pekerjaan sosial dapat dilakukan oleh siapa saja, dan siapa saja dapat menjadi pekerja sosial. Tanpa batasan yang jelas, maka lemah atau tidak ada pula jaminan lapangan kerja, imbalan keuangan yang memadai, dan tidak adanya kebanggaan korsa (pride in corps) sebagai insentif terpenting dari pekerja sosial profesional (Sosiawan). Maka banyak lulusan pendidikan profesi Pekerjaan Sosial yang memilih bekerja di bidang-bidang yang agak bernuansa profesi Pekerjaan Sosial, dan banyak lagi yang malah menyeberang ke bidang-bidang yang samasekali tidak berhubungan dengan kegiatan dan pelayanan sosial .
46. Apakah peran etika dalam praktik profesi Pekerjaan Sosial?
Pekerja sosial profesional (Sosiawan) ketika memberikan layanan kepada masyarakat, diwajibkan untuk mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan khusus profesi Pekerjaan Sosial baik dalam membuat penilaian, mencapai keputusan, dan menerapkan keterampilan yang sebaik-baiknya demi kemaslahatan masyarakat luas. Dalam kaitan itu perilaku, pemikiran, dan nurani para pekerja sosial profesional (Sosiawan) diatur oleh standar perilaku profesional yang dimuat dalam suatu Kode Etik yang berlaku internal di dalam Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia. Kode Etik ini mengatur hubungan kerja antara pekerja sosial profesional dengan lingkungan kerjanya, antara lain dengan Kelayan, dengan lembaga yang mempekerjakannya, dengan sejawat profesinya dna dengan profesi Pekerjaan Sosial. Para anggota wajib menaati kode etik ini demi mencegah penyalahgunaan hubungan kerjanya dengan Kelayan, saling menghargai dengan para sejawat, dan menjaga integritas serta terus menerus meningkatkan profesi Pekerjaan Sosial. Pada akhirnya, dengan menaati Kode Etik itu, pekerja sosial profesional (Sosiawan) juga mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi Pekerjaan Sosial dan mendorong masyarakat untuk terus mempergunakan pelayanan mereka
47. Apakah praktik profesi Pekerjaan Sosial sudah memadai secara materi, untuk diatur oleh suatu perundangan? (RDPU Komisi VIII , 29 Jan 2018)
Undang-Undang disusun dan diperlukan untuk mengatur suatu ranah praktik yang semakin kompleks dan semakim luas pemikirannya. Praktik profesi Pekerjaan Sosial sudah cukup kompleks untuk diatur dalam suatu undang-undang. Bidang kerja ini dapat dibedakan secara mendasar dari kegiatan sosial awam, yaitu suatu bidang pekerjaan amal, derma, dan kesukarelawanan. Sebagai suatu bidang kerja profesional, Pekerjaan Sosial adalah suatu sistem yang cukup kompleks dan terpadu antara unsur keilmuan dan penelitian, unsur nilai dan etika, ketrampilan khusus, dan penatakelolaan baik secara formal maupun sebagai suatu masyarakat praktisi. Secara de jure, dimulai dari konstitusi Republik Indonesia, telah diturunkan berbagai peraturan dan perundangan yang mengatur, baik secara tidak langsung, tentang praktik profesi Pekerjaan Sosial. Sedangkan secara de facto, telah terbangun suatu preseden historis sejak hari pertama kemerdekaan republik Indonesia sampai dengan hari ini, dan terus meningkatnya kebutuhan negara Indonesia akan suatu profesi yang dapat menjadi motor pada sektor pembangunan sosial terutama. Profesi Pekerjaan Sosial adalah penggerak utama bidang-bidang pelayanan, perubahan, dan penguatan sosial kearah pencapaian kesejahteraan sosial sebagai cita-cita bangsa.
48. Bagaimanakah dinamika pembahasan formalisasi praktik dan peran organisasi profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia? (RDPU Komisi VIII, 29 Januari 2018)
Pembahasan tentang formalisasi praktik profesi Pekerjaan Sosial sudah berlangsung sejak tahun 1961. Tetapi proses ini mengalami kecacatan nomenklatur. Sebenarnya, yang diinginkan adalah suatu praktik profesional pekerjaan sosial, dimana praktisinya dinyatakan mempunyai dasar keilmuan, ketrampilan khusu, dan etika praktik seperti layaknya seorang dokter yang harus bisa menyembuhkan, dan hanya orang yang bersertifikat yang bisa masuk kategori profesional dalam praktik pekerja sosial. Pada masa Order Baru, terdapat berbagai tatanan kebijakan yang cukup teratur dan menentukan penugasan pekerja sosial profesional (Sosiawan) di Rumah Sakit, di lembaga pemasyarakatan dan di kalangan Departemen / Kementerian Sosial, serta tumbuhnya berbagai perkumpulan Pekerjaan Sosial. Dalam perkembangannya, pembahasannya melebar kemana-mana dan tidak lagi beraturan seperti gado-gado. Sementara secara de jure, bertumbuhan peraturan perundangan yang mengamanatkan praktik profesi Pekerjaan Sosial, seperti halnya UU tentang Pengadilan Anak. Sementara para pekerja sosial profesional (Sosiawan) berupaya menunjukkan eksistensinya, namun hal mendapat tantangan bahkan oleh seorang menteri sosialnya sendiri. Walaupun tampil dengan benar, organisasi pekerja sosial disudutkan dan tidak mendapatkan pembenaran dan dukungan. Dengan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung seperti itu, maka pekerja sosial profesional (Sosiawan) semakin sulit untuk berperan dan banyak praktisi yang tidak bersedia lagi bergabung dengan organisasi-organisasi profesi dan lebih memilih untuk tampil sendiri saja. Semakin hari bidang praktik profesi Pekerjaan Sosial menjadi semakin tidak teratur dan, tidak mengherankan, apabila banyak pekerja sosial yang memilih untuk berhenti menjadi pekerja sosial.
49. Mungkin pekerja sosial adalah orang kaya-kaya berkelebihan yang bermodal keikhlasan, ketulusan, dan tekad untuk membantu orang lain. Kalau demikian, bagaimanakah mereka membagi waktu antara mengurus keluarga dan begitu banyaknya waktu tersita untuk kegiatan keluar demi kesosialan itu?” (RDPU Komisi VIII, 23 Nov 2014)
Pekerja sosial profesional (Sosiawan) bukanlah orang-orang kaya berlebihan, bukan pula terdorong semata-mata oleh rasa tulus ikhlas untuk membantu sesamanya. Mereka adalah orang-orang biasa, seperti pekerja profesional lainnya, yang mempunyai kualifikasi akademik dan kompetensi profesi. Berdasarkan itu, mereka melakukan penerapan seni pendayagunaan ilmu pengetahuan, teknik tindakan, dan kepakaran pelayanan sosial dan, oleh karenanya, memperoleh imbalan keuangan yang menjadi pendapatan dan matapencahariannya. Mereka mempunyai jam dan hari kerja seperti juga pegawai lainnya dan berusaha menyeimbangkan kehidupan berkarir, beribadah, bermasyarakat dan tentunya berkeluarga.
50. Apakah praktik Pekerjaan Sosial dapat disetarakan legitimasi hukum dan kewenangannya dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS)sehingga bisa bersinergi sebagai tim kerja yang erat?
Penyelenggaraan usaha-usaha kesejahteraan sosial memang memerlukan kerjasama yang erat diantara para pelakunya dibawah naungan mandat lembaga pelayanan sosial tempat mereka bersama-sama bekerja, dan tujuan dan sasaran pelayanan dimana pelayanan mereka dirangkai bersama. Para pelaku itu termasuk a) tenaga Relawan Sosial; b) tenaga kerja terlatih termasuk Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Penyuluh Sosial; dan c) pekerja sosial profesional (Sosiawan) dipihak yang lain. Keeratan kerjasama ini, bagaimanapun juga, harus dilaksanakan dengan erat dan saling melengkapi sesuai dengan peran dan tanggungjawab sesuai dengan karakteristik, mandat, dan kepakaran masing-masing. Perbedaan motivasi, kualifikasi, kompetensi membuat kesetaraan dalam legitimasi hukum dan kewenangan menjadi kurang bermanfaaat. Misalnya, seorang relawan sosial mempunyai peranan yang sangat penting untuk memberikan pelayanan yang bersifat umum tetapi memerlukan sentuhan pribadi. Mereka melaksanakannya berdasar niat kesukarelaan yang tulus dan dapat menentukan kapan dan siapa yang akan dibantunya. Tentunya seorang Relawan tidak boleh dituntut untuk melakukan pelayanan seperti halnya seorang Sosiawan yang harus membuat pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan tindakan klinis dimana cara dan proses pelaksanaanya harus sistematik dan benar; dimana kekhilafan atau penyalahgunaan dapat dituntut secara hukum. Demikian juga seorang tenaga terlatih, mereka mempunyai peranan yang sangat penting untuk menyebarluaskan jangkauan pelayanan sosial dan untuk itu mereka dilatih selama beberapa minggu sampai beberapa bulan untuk dapat melaksanakan jenis-jenis pekerjaan yang relatif sederhana dan tidak memerlukan analisis keilmuan dan disiplin tindakan yang mendalam. Maka bagi mereka, tidak dapat dikenakan sanksi hukum yang setara dengan seoran Sosiawan yang memang mengambil pendidikan tinggi untuk menjadi seorang pakar dalam bidang pelayanan sosial dan tunduk pada ketentuan hukum yang mengatur praktik profesinya.
51. Apakah Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia itu?
Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI) yang berdiri pada 10 Agustus 2011, adalah forum komunikasi dan wadah kerjasama diantara pilar-pilar kesejahteraan sosial untuk mendorong pendayagunaan profesi pekerjaan sosial pada organisasi dari masing-masing pilar tersebut dan melaksanakan agenda bersama yang terkait dengan pengembangan praktik profesi Pekerjaan Sosial baik ditingkat nasional, regional maupun internasional. Lima belas pilar yang juga anggota resmi dari KPSI adalah IPSPI (Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia), IPPSI (Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia), DNIKS (Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial), LSPS (Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial), BALKS (Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial), IPENSOS (Ikatan Penyuluh Sosial), IPSM (Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat), IRSI (Ikatan Relawan Sosial Indonesia), FORKOMKASI (Forum Komunikasi Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Indonesia), JRPI (Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia), SWS (Social Work Sketch), APSAKI (Asosiasi Pekerja Sosial Anak dan Keluarga Indonesia), Himpunan Pekerja Mandiri, dan APSANI.